Kamis, 15 Januari 2015

PERAN BUDAYA KERJA, KREATIVITAS DAN INOVASI DALAM ORGANISASI

 PERAN BUDAYA KERJA, KREATIVITAS DAN INOVASI DALAM ORGANISASI


DISUSUN  :
1.     ABDURROKHMAN                                      10113051
2.     MEILLIANTI ANDRIYANI                          15113413
3.     MEITA DWI CIPTANINGTIAS                    14112529
4.     PUSPITA KUSUMANINGRUM                    16113967


KELAS 2KA04
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Budaya organisasi tumbuh dari waktu ke waktu. Orang ada yang merasa nyaman dan
ada juga yang merasa tidak nyaman dengan budaya organisasi yang baru. Bagi orang yang mempertimbangkan perubahan budaya, biasanya kejadian yang signifikan harus terjadi. Kejadian yang menguncang dunia mereka, seperti kebangkrutan, kehilangan ssales dan konsumen yang signifikan, atau rugi jutaan dollar, akan menarik perhatian banyak orang. Budaya merupakan nilai – nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati. Di dalam suatu organisasi, kebiasaan ini menjadi budaya kerja sumber daya manusia di dalam organisasi, dan sering dinamakan sebagai budaya organisasi.
Budaya organisasi yang terbuka dan seimbang sangat produktif karena memberikan kesempatan kepada orang untuk membawakan dirinya dalam perusahaan. Budaya organisasi adalah norma – norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi ini merupakan pola yang berbelit – belit tentang bagaimana orang yang melakukan sesuatu, apa yang mereka percaya, apa yang dihargai dan dan dicela. Maka hal ini menjadi acuan bersama di antara manusia dalam melakukan interaksi dalam organisasi. Dan juga hal ini dapat menjadi perekat bagi semua hal dalam organisasi. Budaya organisasi menjelaskan tentang bagaimana bagaimana bagian dari perusanaan memenadang bagian lain dan bagaimana setiap departemen berperilaku sebagai hasil dari pandangan tersebut. Sehingga budaya organisasi bersifat berbeda antara satu dan lain organisasi, masing- masing memiliki ciri spesifik yang membedakan.
Namun budaya organisasi tidak selalu tetap dan perlu salalu desesuaikan dengan perkembangan lingkungan agar organisasi tetap survive, mengembangkan budaya berprestasi, mengubah pola pikir dan memelihara kepercayaan dalam organisasi. Dengan memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan pada internasioanal relationship (yang lebih menarik bagi karayawan) dibandingkan dengan kultur yang menekankan pada work task. Oleh karena itu, kita perlu memahami makna dan karakteristik budaya organisasi. Kita perlu menyadari bahwa budaya organisasi sangat bermanfaat dan merupakan kunci untuk melakukan transformasi kultural. Pada hakikatnya perubahan organisasi merupakan transformasi kultural yang diharapkan memberikan dampak pada kinerja organisasi.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Budaya Organisasi
Seperti halnya individu, organisasi juga mempunyai kepribadian. Kepribadian pada sebuah organisasi lebih dikenal dengan nama budaya organisasi. Secara etimologi, budaya organisasi terdiri dari dua kata, yaitu budaya dan organisasi. Organisasi merupakan suatu sistem yang mantap dari sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian. Sedangkan pengertian budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru. Budaya organisasi merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja di bawah naungan suatu organisasi.
Budaya organisasi akan membentuk identitas organisasi atau jati diri organisasi. Identitas organisasi sangat diperlukan untuk menumbuhkan kebanggaan yang akan mengembangkan budaya kerja. Budaya kerja yang terbentuk secara solid di dalam tubuh organisasi tidak hanya meningkatkan kinerja organisasi tetapi juga membentuk citra baik organisasi. Suatu budaya yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan disepakati secara luas. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, semakin kuat suatu budaya. Sejalan dengan defenisi ini, suatu budaya yang kuat jelas sekali akan memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi dibandingkan dengan budaya yang lemah. Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah keluar masuknya pekerja yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya.
Kebulatan suara terhadap tujuan akan membentuk keterikatan, kesetiaan, dan komitmen organisasi. Kondisi ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk keluar dari organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dalam membentuk budaya kerja diperlukan kepemimpinan yang kokoh dan dukungan semua unsur. Budaya dan kepemimpinan tidak dapat dipisahkan sebab budaya organisasi digerakkan oleh pimpinan pada perusahaan. Dengan Budaya organisasi yang kuat akan membantu perusahaan dalam memberikan kepastian kepada seluruh karyawan untuk berkembang bersama, tumbuh dan berkembangnya perusahaan. budaya merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain Pemahaman tentang budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini kepada karyawan. Bila pada waktu permulaan masuk kerja, mereka masuk keperusahaan dengan berbagai karakteristik dan harapan yang berbeda – beda, maka melalui training, orientasi dan penyesuaian diri, karyawan akan menyerap budaya perusahaan yang kemudian akan berkembang menjadi budaya kelompok, dan akhirnya diserap sebagai budaya pribadi.
Bila proses internalisasi budaya perusahaan menjadi budaya pribadi telah berhasil, maka karyawan akan merasa identik dengan perusahaannya, merasa menyatu dan tidak ada halangan untuk mencapai kinerja yang optimal. Ini adalah kondisi yang saling menguntungkan, baik bagi perusahaan maupun karyawan.Budaya yang kuat dapat menghasilkan efek yang sangat mempengaruhi individu dan kinerja, bahkan dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh tersebut dapat lebih besar daripada faktor- faktor lain seperti struktur organisasi, alat analisis keuangan, kepemimpinan dan lain –lain

Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi menunjukkan suatu karakteristik tertentu,sebagai berikut:
 1. Inisiatif Individual,merupakan tingkat tanggung jawab,kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki individu untuk mengemukakan pendapatnya.
 2. Toleran terhadap resiko,menunjukkan suatu tingkatan dimana pekerja di dorong berani mengambil resiko,menjadi agresif dan inovatif.
3.  Menentukan arah,merupakan kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan harapan kinerja.
4.   Integrasi,merupakan tingkatan dimana unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
5. Dukungan Manajemen,tingkatan dimana manajer mengusahakan komunikasi yang jelas,bantuan dan dukungan pada bawahannya.
6.   Kontrol,merupakan sejumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
7.   Identitas,merupakan tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama organisasi secara keseluruhan daripada dengan kelompok kerja atau bidang keahlian professional tertentu.
 8.    Sistem Penghargaan,merupakan suatu tingkatan dimana alokasi penghargaan,kenaikan gaji atau promosi,didasarkan pada kriteria kinerja pekerja,dan bukan pada senioritas atau favoritisme.
9. Toleran terhadap konflik,merupakan suatu keadaan dimana pekerja didorong untuk menyampaikan atau menerima konflik dan kritik secara terbuka.
10. Pola komunikasi,merupakan suatu keadaan dimana komunikasi organisasional dibatasi pada kewenangan hirarkhi formal.

Manfaat Budaya Organisasi
· Budaya organisasi membantu mengarahkan sumberdaya manusia pada pencapaian visi,misi,dantujuan organisasi. Disamping itu akan meningkatkan kekompakan team antar berbagai departemen,divisi atau unit dalam organisasi,sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam organisasi bersama-sama.
  • Budaya organisasi membentuk perilaku staff dengan mendorong pencampuran core values dan perilaku yang diinginkan,sehingga memungkinkan organisasi bekerja lebih efisien dan efektif.
  • Budaya organisasi akan meningkatkan motivasi staff dengan memberi mereka perasaan memiliki,loyalitas,kepercayaan dan nilai-nilai,dan mendorong mereka berpikir positif tentang mereka dan organisasi.
  • Budaya organisasi dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumberdaya manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi 
2.2          Kreativitas Organisasi
         Di banyak organisasi, terutama pada organisasi atau perusahaan besar dan progresif telah melaksanakan kreativitas organisasi guna percobaan-percobaan untuk langkah operasional. Ada beberapa alasan mengapa organisasi ini menerapkan aspek kreativitas bagi pengembangan dan perubahan organisasinya. Suatu organisasi yang tidak mampu berubah, dapat dipastikan bahwa organisasi ini akan “mati.” Di lain pihak, organisasi yang terlampau cepat berubah atau hanya berubah demi perubahan itu sendiri, besar kemungkinan pengembangan organisasi yang akan dijalankan menjadi tidak efektif.
Proses krativitas organisasi, menurut Hicks, dimulai dari sebuah ide, dan kemudian ide ini secara otomatis ditransformasi menjadi sebuah kegiatan inovatif. Banyak ide baru diciptakan oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam tugas organisasi (Jones, 1998).
Seharusnya ide-ide dari mereka ini ditampung dan disalurkan melalui saluran struktur yang ada guna perbaikan proses layanan dan proses operasional organisasi. Ide-ide yang”liar” dan tidak tertampung ini akan berakibat menjadi semacam keluhan dari orang-orang yang memiliki ide tadi. Maka masalah pokok organisasi bukan dikarenakan oleh “kemiskinan” kreativitas, tetapi media penampungan dan penyaluran ide agar ide dan gagasan yang datang dari berbagai macam ini dapat diimplementasikan dalam bentuk manfaat praktis.
Metode penyediaan tampungan dan penyaluran ide ini harus didukung oleh orang-orang yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi. Sesungguhnya, kreativitas itu bukan barang langka, justru yang langka adalah implementasi dari ide itu sendiri.

Ide-ide kreativitas dalam organisasi dapat dievaluasi berdasarkan tiga macam golongan: 
1.  Apakah organisasi yang bersangkutan dapat menyediakan sumber-sumber daya yang diperlukan guna mengimplementasikan ide yang bersangkutan? Contoh: apabila ide yang ada adalah pengadaan satelit untuk efektivitas informasi dan pemetaan geografis. Walaupun ide ini sepele, namun memiliki nilai manfaat yang besar bagi kegunaan pengawasan dan keutuhan wilayah. Maka ide ini akan diimplementasikan organisasi dengan didukung oleh sumber pendanaan yang jelas, karena ide ini memerlukan biaya miliaran rupiah.
2.  Apakah kiranya lingkungan di dalam mana organisasi yang bersangkutan beroperasi, memungkinkan ide tersebut dapat dilaksanakan? Contoh: apakah seorang rektor dapat memberhentikan atau memecat seorang tenaga pengajar dengan semaunya, mengingat sejumlah kendala yang muncul?
3.      Apakah kiranya ide tersebut, apabila ia dimanfaatkan akan memadai dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk implementasi ide itu? Sebagai contoh sekelompok mahasiswa berkeinginan untuk melakukan kuliah kerja lapangan kewirausahaan dengan mengunjungi sejumlah negara di Eropa. Timbul pertanyaan, apakah biaya yang dikeluarkan mahasiswa tidak melebihi nilai kepergiannya ke Eropa tersebut? (Winardi, 2003)

Adapun perkembangan sebuah ide, diikuti tiga macam tahapan sebagai berikut:
1.       Tahapan kemunculan sebuah ide.
Sebuah bisnis tipikal akan diawali dari pemikiran seseorang yang memiliki ide tertentu, yang menurut keyakinannya akan menyebabkan timbulnya sebuah produk atau jasa yang akan diminta dan diminati oleh pasar. Dengan sendirinya ide tersebut perlu menawarkan sesuatu yang lebih baik dibandingkan dengan apa yang dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah, dibandingkan dengan produk atau jasa yang telah ada dipasar. Pemikiran kreatif sangat dibutuhkan pada tahapan pemunculan ide semacam itu.Thomas Alva Edison yang memiliki ide kreatif menciptaakan lampu pijar. Idenya ini ternyata memiliki rentetan yang sangat panjang, baik dalam pengembangan produk lampu pijar yang beraneka ragam, maupun dalam hal penyediaan sumber tenaga (energi) bagi lampu, mulai dari baterai sampai pembangkit tenaga listrik. Semua lini kreatif Edison sangat bermanfaat bagi organisasi di dalam mengembangkan bisnisnya.

2.       Tahapan pelaksanaan sebuah ide
Pelaksanaan merupakan tahapan kedua dalam pemanfaatan ide-ide dalam organisasi. Ide-ide muncul pada tahapan insepsi, dan mereka kemudian dikonversi dalam praktek pada tahapan pelaksanaan. Pada tahapan insepsi, pengembangan pemikiran kreatif sangat mendominasi, sedangkan pada tahapan pelaksanaan ide justru pemikiran analitikal yang lebih memainkan peranannya. Kemunculan kreativitas pada tahapan pelaksanaan justru tidak diinginkan, karena akan menimbulkan kondisi yang tidak terkoordinasi dan akan terjadi pemborosan.
Pada tahapan pelaksanaan, organisasi-organisasi mulai mementingkan delegasi wewenang, struktur organisasi yang bersangkutan, standard-standard kinerja organisasi dan kinerja karyawan, pengawasan biaya, pengawasan mutu dan hal-hal lain yang diperlukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan secara efisien. Pemikiran analitikal sangat dibutuhkan pada tataran ini, karena ia akan membantu timbulnya sebuah organisasi dimana pekerjaan banyak orang dapat dikoordinasi secara efisien.

3.       Pembaruan sebuah ide.
Sebuah produk atau jasa yang berhasil, suatu ketika akan diganti oleh inovasi-inovasi lain. Akan tetapi para manajer analitikal yang perlu melaksanakan pengembangan ide, sering kali tidak berkemampuan dalam hal mengajukan ide-ide bagi pembaruan. Penolakan atau tantangan terhadap ide-ide baru, pada pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pengembangan ide, seringkali muncul oleh karena ide-ide baru tersebut akan menggantikan produk atau jasa. Pada hal, produk atau jasa yang baru dapat dilihat dari sisi keunggulannya, baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparasi (Winardi, 2003).

Jadi, organisasi di dalam mengembangkan kreativitasnya sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran kreatif dan pemikiran analitikal. Pemikiran kratif diperlukan organisasi pada tahapan insepsi untuk masing-masing ide. Ketika ide yang ada akan dilaksanakan, maka organisasi membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran analitikal.

Heflin dalam bukunya, Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis (2004) menyebutkan bahwa kreativitas organisasi perlu ditumbuhkan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.   Persiapan (preparation), menyiapkan pikiran dan berpikir kreatif, karyawan perlu dididik untuk mengembangkan ide baru.
.   Penyeldikan (investigation), organisasi memerlukan penelitian mendalam untuk menciptakan ide dan konsep baru.
3.   Transformasi (transformation), kemampuan melihat perbedaan dan kesamaan dengan pihak lain untuk membangun kesuksesan dengan menghindari kegagalan yang dilakukan orang lain.
4.   Inkubasi (incubation), organisasi melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan tugas utama dan melakukan yang lain dalam rangka membangun ide baru.
5.   Penerangan (illumination), organisasi melakukan penciptaan ide inovatif yang datang secara mendadak setelah keluar dari masalah yang sedang dihadapi organisasi.
6.   Verifikasi (verification), pembuktian ide yang akurat dengan melakukan eksperimen, simulasi, tes, dll.
7.   Implementasi (implementation), membuat kenyataan atas ide-ide inovatif  yang telah ditemukan.

Kreativitas organisasi dapat diciptakan melalui proses sinergi antara lingkungan (environment), kreativitas anggota organisasi (creativity), dan organisasi (organization). Ketiga elemen ini saling berpengaruh, sehingga organisasi harus mempu mengelola ketiga elemen ini, dengan tujuan agar organisasi dapat memiliki nilai lebih dan daya saing (value added and competitive capability).

2.3       Inovasi Dalam Organisai
      Inovasi merupakan konsep yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Tren dari keberhasilan pada masa sekarang merupakan indikasi dari terwujudnya dampak inovasi. Inovasi banyak memberikan dampak terhadap kondisi organisasi maupun kreatifitas dimana inovasi berasal, baik perorangan maupun organisasi. Dinamika perubahan lingkungan yang begitu cepat yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan selalu belajar.
Inovasi merupakan upaya mempertahankan keberadaan organisasi dalam lingkungan. Inovasi dalam suatu organisasi menjadi hal yang penting dilakukan untuk membawa organisasi menjadi lebih baik dalam pencapaian tujuan dan tepat sasaran secara efektif dan efisien. Adanya inovasi organisasi diharapkan dapat menanggapi kompleksitas lingkungan dan dinamisasi perubahan lingkungan, terutama dalam persaingan yang ketat dan menciptakan sumber-sumber bagi keunggulan bersaing.

Pengertian Inovasi dalam Organisasi
Sebelum kita bahas mengenai pengertian inovasi dalam organisasi, sebelumnya kita akan menjelaskan pengertian organisasi itu sendiri. Organisasi menurut pendapat Rogers adalah suatu sistem yang stabil, yang merupakan perwujudan kerjasama antara individu-individu, untuk mencapai tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu. (Ibrahim, 1988 : 129). Orang membuat organisasi agar dapat mengerjakan tugas rutin dalam keadaan stabil (mantap).
Adapun syarat-syarat organisasi adalah sebagai berikut :
a. Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan mempermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisasi tersebut.
b. Memiliki pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi yang semuanya mempunyai tanggungjawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan adanya pergantian orang dalam suatu organisasi, namun tugas dan fungsi masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap pada tujuan organisasi.
c. Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam pengaturan kewenangannya diperjelas tentang pertanggung jawaban setiap posisi.
d. Memiliki aturan dasar/umum (tujuan, syarat susunan pengurus dll.) dan aturan khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus dll.) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
e. Pola hubungan informal.

Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri (Udin Syaefudin, 2010 : 3). Dengan melihat secara singkat apa pengertian organisasi dan pengertian inovasi, maka kita dapat memperoleh gambaran bahwa di dalam sebuah organisasi juga memungkinkan terjadinya sebuah inovasi. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa inovasi dalam organisasi adalah sesuatu hal yang baru yang berupa apapun yang terjadi di dalam sebuah organisasi formal maupun organisasi informal. Inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses kemajuan organisasi tersebut, namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat inovasi itu mulai memasuki organisasi. Dengan memahami proses inovasi dalam organisasi setidaknya akan dapat mengurangi kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi inovasi.

Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi
Kepekaan disini berarti berhubungan dengan sejauh mana organisasi itu peka terhadap inovasi (lebih cepat menerima inovasi). Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kepekaasn organisasi terhadap inovasi, yaitu :
1.   Ukuran suatu organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi makin cepat menerima inovasi.
2.      Karakteristik struktur organisasi, yang mencakup ;
3.      Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
4.      Kompleksitas. Artinya suatu organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
5.      Formalitas. Artinya organisasi ini selalu menekankan pada prosedur dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
6.      Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
7.      Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
8.      Karakteristik perorangan (pemimpin). Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
9.       Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang di anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem terbuka dalam arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.

Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi organisasi dalam mengimplementasikan sebuah inovasi :
a.       Life Cycle
Seperti halnya manusia, suatu organisasi juga mengalami siklus hidup dengan berbagai tingkatan dan perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker, 1977). Tingkat perkembangan organisasi pada saat inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai perubahan organisasi.
b.    Culture
Semua organisasi memiliki budaya masing-masing. Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi bagaimana penerimaan terhadap inovasi. Walaupun terkadang tidak selalu inovasi dan kebudayaan yang ada pada organisasi cocok.
c.    Strategic Plan
Salah satu aspek yang mendukung implementasi inovasi adalah adanya rencana strategis organisasi. Ketika inovasi selaras dengan rencana strategi organisasi, maka pelaksana inovasi mempunyai tambahan argument kuat untuk mendapatkan dukungan manajemen dan meyakinkan kelompok user.
d.   External Conditions
Akan selalu ada kondisi eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hal –hal semacam ini harus juga dipertimbangkan ketika mengaplikasikan sebuah inovasi. Karena hal tersebut akan memberikan pengaruh yang signifikan secara tidak langsung terhadap jalannya inovasi dan organisasi.

Keputusan Inovasi Dalam Organisasi
Pengambilan keputusan dalam suatu organisasi sangat penting karena menyangkut masa depan organisasi, apakah keputusan itu membawa keberhasilan ataukah kegagalan dikarenakan kesalahan dalam mengambil keputusan.
Dalam kaitannya dengan inovasi, metode ataupun cara yang dilakukan tidaklah sama dengan langkah-langkah pengambilan keputusan biasa dimana resiko sudah diketahui, maka perbedaannya disini adalah bahwa pengambilan keputusan inovasi itu dimulai dengan adanya serba tak tentu (uncertainty).
Dalam organisasi, hal-hal atau faktor yang merangsang adanya inovasi ialah terjadinya performance gaps (kesenjangan penampilan) yaitu kondisi dimana adanya perbedaan antara apa yang ditampilkan dengan apa yang seharusnya dilakukan ketika keputusan diambil. Dalam hal ini bisa saja berbentuk macam-macam masalah organisasi.


Tipe-tipe pengambilan keputusan inovasi dalam organisasi
Ada dua tipe pengambilan keputusan inovasi yang sering digunakan dalam organisasi, perbedaannya adalah sejauh mana anggota organisasi dapat ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kedua tipe itu ialah :
1.         Keputusan Otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para petinggi organisasi. Ada dua macam keputusan otoritas yang sering dgunakan dalam organisasi formal yaitu :

·         Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif).
Rogers dan Soemaker (1971) membuat hipotesa bahwa kecepatan penerimaan inovasi lebih cepat dengan menggunakan pendekatan otoritatif.
·         Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif). Zaltman, Duncan dan Holbek (1973) mengemukakan bahwa perubahan yang disebarkan dengan menggunakan pendekatan otoritatif banyak yang tidak berkelanjutan daripada perubahan yang disebarkan menggunakan pendekatan partisipatif.
Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan pentahapan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.

2.         Keputusan Kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai suatu cara yang         digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau menolak inovasi dengan kesepakatan bersama dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga. Menurut Schein, ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu : 
·    Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
·      Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu yang akan datang.

Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain:
·         Terjadi mekanisme umpan balik secara internal.
·         Setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
·         Memberikan kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
·  Meningkatnya kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi kelancaran implementasi.

Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa :
  • Inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
  • Mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
  • Mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
  • Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.

Proses Inovasi dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang satu atau organisasi satu dengan yang lain tergantung kepada kepekan orang atau organisasi terhadap inovasi.
Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa saja yang terjadi dalam inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi. Untuk memperluas wawasan tentang pentahapan proses inovasi, berikut akan kami tunjukan berbagai model pentahapan dalam proses inovasi yang berorientasi pada organisasi.

BEBERAPA MODEL PROSES INOVASI YANG BERORIENTASI PADA ORGANISASI
1. Milo (1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentatif Adopsi
c. Penerimaan Sumber
d. Implementasi
e. Institualisasi

2. Shepard (1967)
a. Penemu ide
b. Adopsi
c. Implementasi

3. Hage & Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implementasi
d. Routinisasi

4. Wilson (1966)
a. Konsepsi perubahan
b. Pengusulan perubahan
c. Adopsi dan Implementasi 

5. Zaltman, Duncan & Holbek (1973)
I. Tahap permulaan (inisiasi)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah keputusan
II. Tahap implemantasi
a. Langkah awal implementasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan


Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi menurut Zaltman, Duncan dan Holbek (1973).  Zalman dan kawan-kawan, membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan dan implemntasi.
Tiap tahap dibagi dalam beberapa langkah.
I.     Tahap Permulaan (initation stage)
        a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
            Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material, yang diamati baru oleh unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah pokok. Sebelum inovasi dapat diterima oleh calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu membicarakan proses keputusan inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau merasa butuh inovasi.
            Jika kita lihat kaitanya dengan organisasi maka adanya kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan, kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka terjadi kesenjangan penampilan.

 b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap inovsai. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk menimbulkan inovasi untuk ingin berubah atau menerima inovasi.
Paling tidak ada dua hal dari dimensi sikap yang dapat ditunjukan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu :
1) Sikap terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai dengan adanya:
·         Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
·         Mempertanyakan inovasi (skeptic)
·         Merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi dalam menjalankan fungsinya.

2) Memiliki presepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang menunjukan:
·         Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi Organisasi telah per nah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan inovasi
·         Adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi terhadap proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi formal. Akan terjadi disonansi apabila terjadi perbedaan antara sikap individu dengan perubahan tingkah laku.
Penerima disonan terjadi apabila anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi mengharapkan menerima organisasi. Sedangkan penolak disonan apabila anggota menyukai tetapi organisasi menolak inovasi.
Menurut Rogers disonansi dapat berkurang dengan dua cara:
1) Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
2) Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan kemauan anggota organisasi. Untuk melancarkan proses inovasi , perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang dapat meningkatkan motivasi sert atersedianya sumber bahan pelaksana.

c.        Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi mengenai potensi inovasi dievaluasi. Jika menganggap inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebalioknya, jika unit tidak menyukai dan menganggap inofasi tidak bermanfaat maka ia akan menolak.

II.        Tahap Implemntasi (implementation stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi ialah menerapka inovasi, ada dua langkah yang dilakukan yaitu;

a. Langkah awal (permulaan) implementasi
Organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah dekan memutuskan bahwa dosen harus membuat persiapan mengajar denagn model Satuan Acara Perkuliahaan, maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nantiny akan berlaku untuk semua mata kuliah.
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi.

Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah memahami serta memperoleh pengalaman dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan manjaga kelangsunganya.

Model Proses Inovasi Rogers (1983)
TAHAP-TAHAP PROSES INOVASI DALAM ORGANISASI
I. Tahap Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan pengumpulan infromasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat keputusan menerima inovasi.
1. Agenda Seting
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan guna menentukan kebutuhan inovasi, dan diadakan studi lingkungan untuk menetukan nilai potensial inovasi bagi organisasi.
2. Penyesuaian (matching)
Diadakan penyesuaian antara masalah organisasi dengan inovasi yang akan digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat disain penerapan inovasi yang sudah sesuai dengan masalah yang dihadapi. 

II. Tahap Implementasi
1. Re-definisi/ Re-Strukturusasi
Inovasi dimodifikasi dan re-invensi disesuaikan situasi dan masalah organisasi. Struktur organisasi disesuaikan dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar dapat menunjang inovasi.
2. Klarifikasi
Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sehingga inovasi benar-benar dapat diterapkan sesuai yang diharapkan.
3. Rutinisasi
Inovasi kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan menjadi bagian dari kegiatan rutin organisasi. (sudah hilang ke baruannya).  

BAB III
PENUTUP

1.1              Kesimpulan
Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Dimana budaya organisasi memposisikan anggota organisasi itu sendiri di dalam zona nyaman, seperti yang kita ketahui jika seseorang berada di dalam posisi zona nyaman maka tidak akan melakukan suatu usaha yang lebih. Untuk itu perlu dilakukan perubahan budaya organisasi untuk membuat anggota organisasi untuk keluar dari zona nyaman, dan dapat berkontribusi sacara optimal sehingga dapat lebih memajukan organisasi dari sebelumnya. Dimana seperti garis besar tujuan dari perubahan budaya organisasi ini adalah untuk memajukan organisasi
Inovasi tidak hanya terjadi dalam masyarakat terbuka dan masyarakat luas, tetapi juga terjadi dalam sebuah organisasi. Inovasi merupakan perubahan yang direncanakan oleh organisasi dengan kegiatan yang berorientasi pada pengembangan dan penerapan gagasan-gagasan baru agar menjadi kenyataan yang bermanfaat dan menguntungkan. Proses inovasi dalam sebuah organisasi memiliki beberapa tantangan positif dan negatif, dimana diantaranya adalah kepekaan anggota-anggota organisasi terhadap inovasi tersebut serta besar kecilnya ukuran sebuah organisasi juga turut menentukan sulit atau tidaknya inovasi diterima dalam sebuah organisasi tersebut.
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi  strategi,  taktik, dan eksekusi. Dalam  pitching  konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang  disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak  berdampak pada  perusahaan  karena  mandek di  tingkat  eksekusi.  Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi  eksekusinya  harus  melibatkan  banyak orang, mulai  dari  atasan  hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi  secara konsisten  tanpa  dukungan karyawan yang bisa  memenuhi  tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan  inovator sangat memperhatikan masalah  pelatihan  karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi.  Benih-benih inovasi akan tumbuh baik  pada  perusahaan-perusahaan  yang selalu menstimulasi karyawan, dan  mendorong  ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi,  perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.


DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Wibowo,SE.,Mphil , 2011 , Managing Chance , Pengantar Manajemen Perubahan , Edisi 3.
Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Rahmayanti, http://rahmayantiblog.blogspot.com/2013/01/pengembangan-dan-inovasi-dalam.organisasi.html (diakses tanggal 14 Januari 2015)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar