Kamis, 30 Oktober 2014

KALIMAT EFEKTIF


K
alimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan maksud penutur atau penulis secara tepat sehingga maksud itu dapat dipahamioleh pendengar atau pembicara secara tepat pula. Dengan kata lain kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mencapai sasarannya dengan baik sebagai alat komunikasi. Kalimat  efektif memiliki diksi (pilihan kata)yang  tepat, tidak mengalami kontaminasi frasa , sesuai  ketentuan EYD, baik penulisan tanda baca dan penulisan kata.Untuk dapat mencapai keefektifan tersebut, kalimat efektif harus memehuhi paling tidak enam syarat, yaitu adanya:
(1)   Kesatuan                                                     
Kesatuan dalam kalimat efektif adalah dengan adanya ide pokok (S dan P) sebagai kalimat yang jelas . 
Contoh :
·         Bagi yang tidak berkepentingan  dilarang  masuk .(salah)
                     K                                   P
·         Yang  tidak  berkepentingan  dilarang  masuk. (benar)
                                 S                           P
(2)    Kepaduan
Kepaduan terjadinya hubungan yang padu antara unsur-unsur pembentuk kalimat. Yang termasuk unsur pembentuk kalimat adalah kata , frasa, tanda baca, dan fungsi sintaksis S-O-O-Pel-Ket. Kepaduan juga menyangkut pemakaian kata tugas yang tepat.
Contoh :
·     Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi .(tidak mempunyai   subjek/ subjeknya tidak jelas). (salah)
·         Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi (subjeknya sudah jelas).(benar)
·         Kami telah membicarakan tentang hal itu.(salah)
·         Kami telah membicarakan hai itu. (benar)

(3)   Keparalelan       
Keparalelan adalah pemakaian bentuk gramatikal yang sama untuk bagian-bagian kalimat tertentu.Umpamanya alam sebuah perincian,jika unsur pertama menggunakan verba (kata kerja)  dan seterusnya juga harus verba .Jika unsur pertamanya nomina (kata benda), bentuk berikutnya juga harus nomina.
Contoh :
·     Kami telah merencanakan membangun pabrik, membuka hutan, pelebaran jalan desa, dan membuat tali air. (salah)
·         Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha ? (salah)
·         Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha ? (benar)

(4)   Ketepatan          
Ketepatan adalah kesesuain/ kecocokan  pemakaian unsur- unsur yang membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti.
Contoh :
·         Karyawan teladan itu memang tekun belajar dari pagi sehingga petang. (salah)
·         Karyawan teladan itu memang tekun belajar dari pagi sampai petang. (benar)

(5)  Kehematan
 Kehematan yaitu hemat pemakaian kata atau kelompok kata.Dengan kata lain tidak mengalami gejala bahasa pleonasme.Dengan hemat kata, diharapkan kalimat menjadi padat berisi.
Contoh :
·         Hanya ini saja yang dapat saya berikan. (salah)
·         Hanya ini yang  dapat saya berikan.(benar)
·         Ini saja yang dapat saya berikan. (benar)

(6)  Kelogisan
Kelogisan di sini adalah terdapatnya arti kalimat yang logis/ masuk akal. Supaya efektif, kata-kata dalam sebuah kalimat tidak boleh menimbulkan makna ambigu (ganda) atau tidak boleh mengandung dua pengertian.
Contoh :
  • Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-57.(salah)
  • Alasan : Seolah-olah ada 57 negara  Republik Indonesia.
  • Heri kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia. (benar)
  • Kepada Bapak Gubernur waktu dan tempat kami persilahkan.(salah)
  • Alasan : Waktu dan tempat tidak mungkin kami persilahkan.
  • Bapak  Gubernur kami persilahkan. (benar)

Kesalahan Dalam Kalimat
Kesalahan dalam kalimat meliputi Kesalahan Struktur, Kesalahan Diksi, dan Kesalahan Ejaan.
Kesalahan Struktur
Aktif dan Pasif
Contoh:
a. Saya sudah katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baikdan benar itu tidak mudah. (kalimat tidak benar)
b.Saya sudah mengatakan bahwa berbahasa Indonesia denganbaik dan benar itu tidak mudah. (kalimat perbaikan)
c.Sudah saya katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baikdan benar itu tidak mudah. (kalimat perbaikan)
Kalimat (a) menimbulkan ketaksaan; unsur manakah yang menjadi subjek kalimat itu. Apakah
Saya atau bahwa berbahasa Indonesia denganbaik dan benar itu tidak mudah Jika Saya sebagai subjek, verba pengisi predikat kalimat (a) tidak benar. Verba itu seharusnya berbentuk aktif,yang ditandai oleh awalan meng-, karena subjek kalimat berperan sebagai pelaku. Jadi, kalimat (a) dapat diperbaiki menjadi kalimat aktif dengan menambahkan awalan meng- pada verba katakan, seperti kalimat (b). Jika subjek kalimat (a) adalah bahwa berbahasa  edikat kalimat (a) tidakbenar. Predikat kalimat (a) seharusnya berbentuk pasif. Predikat pasif yang berlaku pronomina (saya) ditandai oleh bentuk verba tanpa awalan
di- yang mendahului pronominal. Di antara verb dan pronomina itu tidakdisisipkan unsur lain. Jadi dengan memindahkan kata sudah ke depan pronominal, kalimat (a) menjadi kalimat pasif yang benar seperti kalimat(c).

Subjek dan keterangan
Contoh:
a.Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidakmemutuskan tempat penyelenggaraan koferensi berikutnya.(kalimat tidak benar)
b.Konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidakmemutuskan tempat penyelenggaraan konfeerensi berikutnya.(kalimat perbaikan)
c.Dalam onferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak diputuskan tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya.(kalimat perbaikan)
Kalimat (a) menimbulkan ketaksaan; apakah unsurdalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok  itu menjadi subjek? Jika unsur itu sebagai subjek, maka kata dalam yang mengawasi kalimat itu ditiadakan, seperti pada kalimat (b). Jika unsur itu sebagai keterangan bukan sebagai subjek, maka pemakaian kata dalam di awal itu benar.Kemudian kalimat itu harus diubah menjadi bentuk pasif karena dalamkalimat itu tidak ditemukan pelakunya. Pengubahan itu dapat dilakukandengan mengubah verba predikat yang berawalan meng- itu menjadiberawalan di- seperti dalam kalimat (c).

Pengantar Kalimat dan Predikat
Contoh:
·         Menurut ahli geologi itu menyatakan bahwa perembesan air laut telah sampai di wilayah Jakarta Pusat. (kalimat tidak benar)
Kalimat di atas terdiri dari dua bentuk kalimat yang disatukan saja, yaitu sebagai berikut:
a.  Ahli geologi itu menyatakan bahwa perembesan air laut telahsampai di wilayah Jakarta Pusat.
b.  Menurut ahli geologi itu, perembesan air laut telah sampai diwilayah Jakarta Pusat. 
Jika ahli geologi itu sebagi subjek kalimat (b), penggunaan katamenurut itu tidak tepat karena subjek tidak didahului preposisi seperti itu. Jika memang menurut ahli geologi sebagai keterangan, yang berupauangkapan pengantar kalimat, perkataan menyatakan bahwa tidak tepat.Perkataan itu ditiadakan dan predikat kalimat itu adalah telah sampai dansubjeknya perembesan air laut (lihat kalimat c).

Kalimat Majemuk Setara dan Majemuk Bertingkat
Kesalahan dalam bagia ini disebabkan penggunaan dua kata sambung yang seolah-olah merupakan konjungsi yang korelatif.Pemakaian konjungsi itu menyebabkan ketaksaan gagasan yangdituangkan dalam kalimat majemuk setara atau kalimat majemukbertingkat.
Contoh:
·         Meskipun kita tidak menghadapi musuh, tetapi kita harusselalu waspada. Jika unsur pertama (meskipun kita tidak menghadapi musuh) itu merupakan keterangan, kalimat di atas merupakan kalimat majemuk bertingkat.
Unsur pertama itu merupakan anak kalimat yang menyatakan pertalian konsesif, sedangkan unsur kedua merupakan induk kalimat yangberisi informasi/gagasan pokok. Dengan demikian, penggunaan konjungsi tetapi tidak tepat. Kata itu harus ditiadakan karena induk kalimat tidakdidahului oleh konjungsi.
Jadi, kalimat a dapat diperbaiki menjadi kalimat majemuk bertingkat seperti kalimat a, b atau c sebagai berikut.
a.Meskipun kita tidak menghadapi musuh, kita harus
selaluwaspada.
b. Meskipun tidak menghadapi musuh, kita harus selalu waspada.c.Kita harus selalu waspada meskipun tidak menghadapi musuh

Induk Kalimat dan Anak Kalimat
Ini adalah kesalahan dalam kalimat majemuk bertingkat yang disebabkan oleh ketidak jelasan unsur-unsurnya. Bagian mana yang menjadi induk kalimat dan bagian mana yang menjadi anak kalimat.
Contoh:
·         Nilai yang didapatkan lebih besar dari batas penolakan,maka hipotesis nilai ditolak.
Kalimat di atas terdiri dari dua unsur, yaitukarena nilai yangdidapatkan lebih besar dari batas penolakan dan maka hipotesis nihil ditolak . Unsur pertama diawali kata karena yang menyatakan pertalian sebab dan unsur kedua diawali dengan maka yang menyatakan pertalian akibat. Dengan demikian, kedua unsur itu merupakan anak kalimat dan tidak mempunyai induk kalimat. Salah satu konjungsi harus ditidakansupaya satu dari dua unsur itu menjadi induk kalimat.
a.Karena nilai yang didapatkan lebih besar dari batas penolakan,hipotesis nihil ditolak, hipotesis nihil ditolak.
b.Hipotesis nihil ditolak karena nilai yang didapatkan lebih besardari datas penolakan.

Kesalahan Diksi
Diksi adalah bidang pemilihan kata supaya kalimat yang dihasilkanmemenuhi sarat sebagai kalimat yang baik. Kesalahan diksi ini meliputikesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan kata.
Adapun peranti-peranti diksi adalah sebagai berikut:
1.      Peranti Kata Berdenotasi dan Berkonotasi
Denotasi adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan tambahan makna tertentu. Makna denotatif disebut juga makna sebenarnya. Contoh: Kursi: peranti untuk duduk.
Konotasi adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu. Selain itu, makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya. Contoh: memanjatkan, memenuhi persyaratan.
2.      Peranti Kata Bersinonim dan Berantonim
Bersinonim adalah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapannya atau lafalnya, tetapi memiliki makna sama atau hampir sama. Contoh: hamil, mengandung, bunting.
Berantonim adalah bentuknya memiliki makna yang tidak sama atau bertentangan dengan makna lainnya. Contoh: panas dan dingin, kaya dan miskin.
3.      Peranti Kata Bernilai Rasa
Pertimbangan untuk memilih bentuk kebahasaan tertentu dianggap atau dirasa. Contoh: wanita dan perempuan. Alasannya, perempuan tidak memiliki nilai rasa.
4.      Peranti Kata Konkret dan Abstrak
Kata-kata yang sifatnya konkret itu melambangkan atau menyimbolkan sesuatu yang menunjuk pada kata-kata yang dapat diindera. Contoh: meja dan kursi, sedangkan abstrak merupakan kata-kata yang tidak dapat diindera atau menunjuk pada konsep dan gagasan. Contoh: pembodohan dan kemiskinan.
5.      Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata
Kata-kata umum ialah kata-kata yang lebih luas ruang lingkupnya. Contoh: banyak korban.    Kata-kata khusus ialah kata-kata yang sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks pemakaiannya. Contoh: 200 pria dan 100 perempuan serta 50 remaja.
6.      Peranti Kelugasan Kata
Kata-kata yang lugas adalah kata-kata yang sekaligus ringkas, tidak merupakan frasa panjang, tidak mendayu-dayu dan sama sekali tidak berbelit-belit. Contoh: yang keasing-asingan = asing.
7.      Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna Kata
Penyempitan makna apabila di dalam kurun waktu tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas ke makna yang sempit. Contoh: Pendeta (orang yang berilmu→guru agama Kristen atau Pengkhotbah Kristen). Perluasan makna terjadi semula sempit ke makna yang lebih luas. Contoh: Bapak (panggilan seorang anak kepada ayahnya→panggilan seorang pemimpin di kantor atau seorang laki-laki dewasa).
8.      Peranti Keaktifan dan Kepasifan Kata
Kata-kata aktif ialah kata-kata yang banyak digunakan oleh tokoh masyarakat. Contoh:  selubung.
9.  Peranti Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi ialah perubahan makna dari yang lama ke yang baru. Contoh: sangkil dan mangkus menjadi efektif dan efisien.  Peyorasi ialah perubahan makna dari yang baru kembali  ke yang lama.
10.  Peranti Kesenyawaan Kata
Bentuk idiomatis atau bentuk bersenyawa ialah antara kata yang satu dengan kata yang lain itu berhubungan erat, lekat, dan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apapun juga. Contoh: sesuai dengan, disebabkan oleh.  
11. Peranti Kebakuan dan Ketidakbakuan Kata
Pembakuan bahasa menjadikan bahasa Indonesia semakin bermartabat. Akan tetapi, syarat untuk dicapainya cita-cita itu adalah bahwa bahasa baku bahasa Indonesia ini harus benar-benar mantap dan stabil. 

Kesalahan-Kesalahan Penulisan Diksi   termasuk Kata
·         Diinterpretasikan
Pada jurnal yang dianalisis terdapat kata diinterpretasikan. Interpretasi, termasuk kesalahan diksi dalam peranti kelugasan dan ketidaklugasan kata, karena tidak semua masyarakat dapat memahaminya. Diinterpretasikan, seharusnya ditulis: Ditafsirkan
·         Praktek
Pada jurnal yang dianalisis terdapat kata praktek. Praktek termasuk kesalahan diksi dalam peranti kebakuan dan ketidakbakuan kata. Praktek, seharusnya ditulis: Praktik

·         Tauladan
Pada jurnal yang dianalisis terdapat kata tauladan. Tauladan  termasuk kesalahan diksi dalam peranti kebakuan dan ketidakbakuan kata. Tauladan, seharusnya ditulis: teladan

KESALAHAN EJAAN
Ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu, 1985:31). Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu dinamakan huruf. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.
Selain pelambangan fonem dengan huruf, dalam sistem ejaan termasuk juga 10 ketetapan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi seperti kata dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan dan partikel-partikel dituliskan, juga ketetapan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat dengan pemakaian tanda-tanda baca seperti titik, koma, titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru.
Ejaan didasarkan pada konvensi semata-mata, jadi lahir dari hasil persetujuan para pemakai bahasa yang bersangkutan. Ejaan itu disusun oleh seorang ahli bahasa atau oleh suatu panitia yang terdiri atas beberapa orang ahli bahasa, kemudian disahkan atau diresmikan oleh pemerintah. Masyarakat pemakai bahasa mematuhi apa yang telah ditetapkan itu. Ejaan yang kita pakai dewasa ini disebu Ejaan yang Disempurnakan yaitu ejaan yang telah disusun oleh Lembaga Bahasa Nasional (LBN). Ejaan yang sudah disusun itu kemudian ditinjau kembali sebelum disahkan oleh pemerintah. Sebelum ini, ejaan yang kita pakai ialah Ejaan Soewandi (Ejaan Republik) dan ejaan ini pun merupakan Ejaan van Ophuysen yang disempurnakan.

Penggunaan ejaan sesuai ejaan yang disempurnakan
a)       Penggunaan kata depan  “di”, “ke”, dan“dari”.
Kata depan “di”, “ke”, dan “dari” ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti “kepada” dan “daripada”.
Contoh yang dipisah:
1.      Kain itu terletak di dalam lemari.
2.      Ke mana saja ia selama ini?
3.      Ia datang dari surabaya kemarin.
b)      Awalan “di-/ke-” dan kata depan “di/ke”
Untuk menunjukan preposisi:
No
Benar
Salah
No
Benar
Salah
1
di antara
Diantara
19
di sekitar
disekitar
2
di atas
Diatas
20
di seluruh
diseluruh
3
di bawah
Dibawah
21
di sini
disini
4
di belakang
Dibelakang
22
di situ
disitu
5
di dalam
Didalam
23
di sisi
disisi
6
di depan
Didepan
24
di tanah
ditanah
7
di kanan
Dikanan
25
di tepi
ditepi
8
di kiri
Dikiri
26
di tengah
ditengah
9
di hadapan
Dihadapan
27
di tengah-tengah
ditengah-tengah
10
di mana
Dimana
28
di tiap-tiap
ditiap-tiap
11
di muka
Dimuka
29
ke atas
keatas
12
di pusat
Dipusat
30
ke bawah
kebawah
13
di rumah
Dirumah
31
ke belakang
kebelakang
14
di samping
Disamping
32
ke depan
kedepan
15
di sana        
Disana
33
ke kanan
kekanan
16
di sebelah
Disebelah
34
ke kiri
kekiri
17
di seberang
Diseberang
35
ke mana
kemana
18
di sekeliling
Disekeliling
36
ke sana
kesana
Kata depan “di” akan memiliki arti berbeda jika ditulis terpisah. Kata-kata ini khusus untuk kata dasar yang dapat berfungsi sebagai kata benda (petunjuk tempat) sekaligus kata kerja. Berikut beberapa contohnya:
1.      Dilanggar     =  bertubrukan
2.      Di langgar    =  tempat mengaji atau solat.
3.      Dibalik         = bentuk pasif dari membalik
4.      Di balik        = dibagian sebaliknya
5.      Dikarantina  = bentuk pasif dari mengkarantina
6.      Di karantina = di (tempat) karantina

c)      Kata Ganti “ku”,”kau”, “mu”, dan “nya”
Kata ganti “ku” dan “kau” ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; “ku”, “mu”, dan “nya” ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contohnya:
·         Apa yang kumiliki boleh kauambil
·         Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustkaan.

d)     Partikel
1. Partikel “–lah”, “-kah”, dan “–tah” ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contohnya:
·         Bacalah buku itu baik-baik.
·         Apakah semuanya baik-baik saja?
·         Apatah gunanya harta benda bertumpuk jika jiwa kita menderita?
2. Partikel “pun” kadang dipisah kadang disambung. Jika partikel pun yang berpadanan dengan kata ‘saja’/’juga’, maka penulisannya dipisah (kabar pun, saya pun). Bentuk ‘pun’ yang sudah dianggap padu harus ditulis serangkai. Berikut contoh partikel “pun” yang ditulis terpisah dan digabung.
Contoh yang dipisah:
·         Jika ayah pergi, saya pun ingin pergi.
·         Jangankan bertemu, memberi kabar pun tidak pernah.

Contoh daftar partikel “pun” yang digabung:
Benar
Salah
Adapun
Ada pun
Andaipun
Andai pun
Apapun
Apa pun
Ataupun
Atau pun
Bagaimanapun
Bagaimana pun
Biarpun
Biar pun
Itupun
Itu pun
Kalaupun
Kalau pun
Kendatipun
Kendati pun
Manapun
Mana pun
Maupun
Mau pun
Meskipun
Meski pun
Siapapun
Siapa pun
Sungguhpun
Sungguh pun
Walaupun
Walau pun

e)      Penggunaan Kata Penghubung “tetapi”,”akan tetapi”, dan “namun”
       Perhatikan dengan seksama kalimat berikut ini!
1.      Banyak wanita cantik. Tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
2.      Wajah Tamara agak pucat, namun dia tetap tampil dengan senyuman.
 Pemakaian kata penghubung “tetapi” dan “namun” pada kalimat-kalimat di atas secara baku tidak tepat. Memang, bahasa dalam media massa kadang-kadang kurang memperhatikan kaidah tata bahasa yang baku.
Penggunaan kata penghubung yang benar adalah sebagai berikut:
1.   Banyak wanita cantik, tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
2.   Banyak wanita cantik. Akan tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
3.   Wajah Tamara agak pucat. Namun dia tetap tampil dengan senyuman.
Kata penghubung “tetapi” merupakan kata penghubung intrakalimat. Kata penghubung “akan tetapi” dan “namun” merupakan kata penghubung antarkalimat.

f)       Penggunaan Kata Penghubung “ialah”, dan ” yaitu”
Kata “ialah” digunakan sebagai kata penghubung di antara dua penggal kalimat yang menegaskan perincian atau penjelasan atas penggal yang pertama itu.
Contohnya:
  • Yang perlu dikerjakan sekarang ialah membawa korban ke rumah sakit.
Kata “yaitu” digunakan sebagai kata penghubung yang digunakan untuk memerinci keterangan kalimat.
Contohnya:
  • Yang pergi tahun ini dua orang, yaitu dia dan saya.

g)      Pemakaian Tanda Baca
1.      Tanda Titik (.) 
a.       Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
·         Ayahku tinggal di Solo.
·         Biarlah mereka duduk di sana.
·         Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Catatan: Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik.
Misalnya:
·         Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
·         Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
·         Dia mengatakan, “kaki saya sakit.”

b.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:
·         Saputra S. Ibrahim
·         George W. Bush
Tetapi apabila nama ditulis itu ditulis lengkap, tanda titik tidak dipergunakan. Contohnya: Kania Sutisna Winata

c.  Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
c.1    III.       Departemen Pendidikan Nasional
A.        Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B.        Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.         Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2.         …
c.2     1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

d.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang  menunjukkan waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
Catatan: Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut:
(1)       Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
Misalnya:
a)      pukul 9.00 pagi
b)      pukul 11.00 siang
(2)      Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
a)      pukul 00.45
b)      pukul 07.30
c)      pukul 22.00

e.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
a)      1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
b)      0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
c)      0.0.30 jam (30 detik)
f.       Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
      Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.

g.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
1.  Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
2.  Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
3.  Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
(1)   Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
a.       Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
b.      Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
(2)   Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
a.       Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
b.      Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
(3)   Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
(4)   Tanda titik dipakai untuk pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan decimal.
Misalnya:
Rp 600.000,00      
8.750 m      

2.      Tanda Garis Miring
a.       Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan   penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
Misalnya:
  • No. 7/PK/2008
  • Jalan Kramat III/10
b.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata “atau”, “tiap”, dan  “ataupun.”
Misalnya:
·         Dikirimkan lewat darat/laut: dikirimkan lewat darat atau lewat laut.
·         Harganya Rp 1.500,00/lembar: harganya rp1.500,00 tiap lembar.
·         Tindakan penipuan dan/atau penganiayaan: tindakan penipuan dan          penganiayaan, tindakan penipuan, ataupun tindakan penganiayaan.
Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.

3.      Tanda Kurung
a.       Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Catatan: Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
Misalnya:
Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.

b.      Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.

c.       Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.

d.      Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah.
Misalnya:
Kemarin kakak saya membeli:
1)          buku,
2)          pensil, dan tas sekolah.
Samahalnya dengan tanda garis miring, tanda kurung pun bila mengapit suatu kata. Menempatkannya tidak memakai spasi baik diawal sebelum kata, maupun sesudah kata yang diapit.