Kamis, 24 Maret 2016

Kode Etik Penggunaan Media Sosial


Mahasiswa di Yogyakarta Ditahan Polisi Karena Curhat di Media Sosial
Florence Sihombing, mahasiswi Magister Kenotariatan Universitas Gajah Mada hari Sabtu sore (30/8) ditahan di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta atas tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik melalui posting di akun sosial media (Path).



Florence Sihombing, mahasiswi semester ketiga Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada disangka telah melakukan penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran akses internet yang menghina masyarakat dan menimbulkan kebencian atau permusuhan individu. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti  mengatakan, ancaman hukumnya enam tahun penjara. Barang bukti yang disita polisi berupa  printout dan capture dari status yang bersangkutan.

“Kita minta keterangan dan yang bersangkutan diperiksa satu-kali 24 jam dan penyidik menyimpulkan bahwa ini sudah cukup bukti; 2 saksi dan 2 alat bukti menyatakan cukup untuk menahan yang bersangkutan.  Pasal yang kita kenakan adalah pasal 27 ayat 3 pasal 28 ayat 2  Undang Undang ITE (Informasi  dan Transaksi Elektronik) nomor 11 Tahun 2008,” ujarnya.

Wibowo Malik, pengacara Florence mengatakan upaya yang akan ditempuh adalah mengajukan permohonan kepada Polda DIY untuk penangguhan penahanan kliennya. Menurut Malik, menahanan itu berlebihan mengingat kliennya sudah membuat pernyataan untuk bersikap kooperatif.

“Penahanan itu tidak professional mengingat klien kami masih kuliah, dan Senin tanggal 1 September selain ada sidang etik (di Fakultas Hukum UGM) klien kami juga sudah mulai dengan perkuliahan. Kami juga berencana pada hari Senin sebelum sidang etik kami mengajukan permohonan apabila klien kami tidak bisa menghadiri sidang etik tersebut kami mohon sidang tersebut ditunda sampai dengan permohonan penangguhan penahanan kami dikabulkan,” ujar Wibowo.

Persoalan berawal pada hari Rabu siang (27/8), Florence mengantri bahan bakar minyak (BBM) untuk sepeda motornya di Stasiun Pengisi Bahan Bakar (SPBU) Lempuyangan. Bukannya ikut dalam antrean sepeda motor yang sangat panjang tetapi ia bermaksud membeli BBM non-subsidi yang masuk dalam antrean mobil, lalu ditolak petugas dan ia disarankan ikut antrean sepeda motor. Pelanggan SPBU yang sudah mengantre pun menyorakinya.

Kesal atas apa yang dialami, Florence menulis di akun sosial media (Path) yang bernada memaki Yogyakarta dan warganya yang  menyebar cepat diantara pengguna media sosial. Menurut pengacaranya ia juga diteror via telepon dan sms. Sejumlah komunitas dan LSM juga mengadukan Florence ke polisi.

Warga Yogya, seniman Butet Karta Rejasa mengimbau polisi untuk melepas Florence dan sebaiknya polisi mengurus kasus lain yang lebih besar yang ditunggu penyelesaiannya oleh masyarakat.

“Maafkanlah si Flo, toh ia sudah minta maaf dan secara sosial ia sudah dihukum oleh masyarakat. Ia di-bully di media sosial sehingga hukuman secara sosial sudah sangat berat. Kalau kasus itu bisa diredam tidak usah sampai jadi kasus hukum, maka kita, para polisi dan pemimpin di Yogya akan memperlihatkan kearifannya sebagai sebuah masyarakat,” ujarnya.

Sementara menurut Lukas Inpandriarno, koordinator LSM Masyarakat Peduli Media (MPM), kasus Florence terjadi karena banyak orang khususnya anak muda tidak memahami karakter media sosial yang begitu terbuka dan memungkinkan orang menyembunyikan identitas. Sehingga pengguna cenderung tidak bertanggung-jawab termasuk praktek yang terjadi pada kampanye pemilihan presiden yang lalu.

“(Media sosial) sifatnya bebas dan digunakan orang tanpa sensor, sensor ya hanya oleh orang yang menggunakan, atau oleh khalayak yang melakukan senso itu yang kemungkinan tingkat penyensorannya berlebihan. Karena begitu bebas lalu dalam konteks yang lain anonymity itu sering dijadikan kerudung artinya orang bisa melakukan apa saja sehingga tidak ada tanggung jawab,” kata Lukas.

Sumber dari Fakultas Hukum UGM mengatakan, Florence diundang untuk melakukan klarifikasi dan didorong untuk meminta maaf pada hari Senin (1/9).

Sumber:http://www.voaindonesia.com/content/mahasiswa-di-yogyakarta-ditahan-polisi-karena-curhat-di-media-sosial/2433794.html


Komentar :       

Lima tahun lalu, pengguna jejaring sosial di Indonesia belum terlalu signifikan. Sebanyak 95 persen aktivitas kebanyakan Masyarakat Indonesia digunakan saat mengakses dunia maya untuk membuka media sosial. Masyarakat di Tanah Air sangat tergila-gila untuk eksis di dunia maya. Alhasil fungsi lain Internet di negara ini agak terpinggirkan. Kemajuan teknologi internet ini digunakan untuk sekadar update status atau juga saling menimpali komentar atau foto yang diunggah. Tingginya penggunaan Media Sosial, membuat Masyarakat Indonesia lupa akan pemanfaatan dari Media Sosial yang sesungguhnya.

Dalam Penggunaan Media Sosial tidak hanya di dunia nyata, di dunia maya, etika juga berlaku. Sebab pada dasarnya, komunikasi di dunia nyata dan dunia maya sama-sama melibatkan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, user hendaknya selalu berpatokan pada norma-norma dalam bermedia sosial. Kode etik ini berlaku untuk akun Facebook, Twitter, Blackberry Messenger, Instagram, Path, Google Plus, Tumblr, Flickr, Foursquare, Pinterest, Linkedin, Myspace, maupun Kakaotalk.

Saat ini Etika sangat penting untuk dipelajari oleh setiap orang karena kurangnya kesadaran orang akan sesuatu hal yang layak dianggap baik dan buruk,apa yang benar dan apa yang salah. Kehadiran media sosial, seperti Facebook, Twitter, Blog, Path, BBM, dll., membawa perubahan yang sangat radikal dalam berkomunikasi. Apalagi media sosial tsb. dapat dilihat melalui telepon genggam atau telepon seluler (ponsel) yang setiap orang bisa memiliknya.

Celakanya, apresiasi sebagian orang terhadap etika ber-media sosial sangat rendah karena tidak ada regulasi yang langsung meng-intervensi. Selain itu sosialisasi terkait dengan aturan main agar tetap pada koridor hukum juga tidak ada sehingga masyarakat pun menganggap media sosial sebagai “cerobong asap”. Akibatnya, sebagaian orang tidak memahami dampak hukum jika memakai media sosial sebagai tempat menuliskan sesuatu yang merugikan pihak lain, seperti menyebarkan fitnah, memutarbalikkan fakta, menyebarkan kabar bohong, dll.