PERAN BUDAYA KERJA, KREATIVITAS DAN
INOVASI DALAM ORGANISASI
DISUSUN :
1. ABDURROKHMAN 10113051
2. MEILLIANTI
ANDRIYANI 15113413
3. MEITA
DWI CIPTANINGTIAS 14112529
4. PUSPITA
KUSUMANINGRUM 16113967
KELAS 2KA04
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN
TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Budaya
organisasi tumbuh dari waktu ke waktu. Orang ada yang merasa nyaman dan
ada
juga yang merasa tidak nyaman dengan budaya organisasi yang baru. Bagi orang
yang mempertimbangkan perubahan budaya, biasanya kejadian yang signifikan harus
terjadi. Kejadian yang menguncang dunia mereka, seperti kebangkrutan,
kehilangan ssales dan konsumen yang signifikan, atau rugi jutaan dollar, akan
menarik perhatian banyak orang. Budaya merupakan nilai – nilai dan kebiasaan
yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati. Di dalam suatu
organisasi, kebiasaan ini menjadi budaya kerja sumber daya manusia di dalam
organisasi, dan sering dinamakan sebagai budaya organisasi.
Budaya organisasi yang terbuka dan
seimbang sangat produktif karena memberikan kesempatan kepada orang untuk
membawakan dirinya dalam perusahaan. Budaya organisasi adalah norma – norma dan
kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua semua orang dalam
organisasi. Budaya organisasi ini merupakan pola yang berbelit – belit tentang
bagaimana orang yang melakukan sesuatu, apa yang mereka percaya, apa yang
dihargai dan dan dicela. Maka hal ini menjadi acuan bersama di antara manusia
dalam melakukan interaksi dalam organisasi. Dan juga hal ini dapat menjadi
perekat bagi semua hal dalam organisasi. Budaya organisasi menjelaskan tentang
bagaimana bagaimana bagian dari perusanaan memenadang bagian lain dan bagaimana
setiap departemen berperilaku sebagai hasil dari pandangan tersebut. Sehingga
budaya organisasi bersifat berbeda antara satu dan lain organisasi, masing-
masing memiliki ciri spesifik yang membedakan.
Namun budaya organisasi tidak selalu tetap dan
perlu salalu desesuaikan dengan perkembangan lingkungan agar organisasi tetap
survive, mengembangkan budaya berprestasi, mengubah pola pikir dan memelihara
kepercayaan dalam organisasi. Dengan memahami dan menyadari arti penting
budaya organisasi bagi setiap individu, akan mendorong para manajer menciptakan
kultur yang menekankan pada internasioanal relationship (yang lebih menarik
bagi karayawan) dibandingkan dengan kultur yang menekankan pada work task. Oleh
karena itu, kita perlu memahami makna dan karakteristik budaya organisasi. Kita
perlu menyadari bahwa budaya organisasi sangat bermanfaat dan merupakan kunci
untuk melakukan transformasi kultural. Pada hakikatnya perubahan organisasi
merupakan transformasi kultural yang diharapkan memberikan dampak pada kinerja
organisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Budaya Organisasi
Seperti
halnya individu, organisasi juga mempunyai kepribadian. Kepribadian pada sebuah
organisasi lebih dikenal dengan nama budaya organisasi. Secara etimologi,
budaya organisasi terdiri dari dua kata, yaitu budaya dan organisasi.
Organisasi merupakan suatu sistem yang mantap dari sekumpulan orang yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan
dan pembagian. Sedangkan pengertian budaya adalah suatu set nilai, penuntun
kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh
para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru. Budaya organisasi
merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja di
bawah naungan suatu organisasi.
Budaya organisasi akan membentuk identitas
organisasi atau jati diri organisasi. Identitas organisasi sangat diperlukan
untuk menumbuhkan kebanggaan yang akan mengembangkan budaya kerja. Budaya kerja
yang terbentuk secara solid di dalam tubuh organisasi tidak hanya meningkatkan
kinerja organisasi tetapi juga membentuk citra baik organisasi. Suatu budaya
yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan
disepakati secara luas. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima
nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai
tersebut, semakin kuat
suatu budaya. Sejalan dengan defenisi ini, suatu budaya yang kuat jelas sekali
akan memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi dibandingkan
dengan budaya yang lemah. Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah
keluar masuknya pekerja yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan
kesepakatan yang tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya.
Kebulatan
suara terhadap tujuan akan membentuk keterikatan, kesetiaan, dan komitmen
organisasi. Kondisi ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan
untuk keluar dari organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat dapat
meningkatkan kinerja organisasi. Dalam membentuk budaya kerja diperlukan
kepemimpinan yang kokoh dan dukungan semua unsur. Budaya dan kepemimpinan tidak
dapat dipisahkan sebab budaya organisasi digerakkan oleh pimpinan pada
perusahaan. Dengan Budaya organisasi yang kuat akan membantu perusahaan dalam
memberikan kepastian kepada seluruh karyawan untuk berkembang bersama, tumbuh
dan berkembangnya perusahaan. budaya merupakan suatu sistem makna bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain Pemahaman tentang budaya organisasi perlu ditanamkan
sejak dini kepada karyawan. Bila pada waktu permulaan masuk kerja, mereka masuk
keperusahaan dengan berbagai karakteristik dan harapan yang berbeda – beda,
maka melalui training, orientasi dan penyesuaian diri, karyawan akan menyerap
budaya perusahaan yang kemudian akan berkembang menjadi budaya kelompok, dan
akhirnya diserap sebagai budaya pribadi.
Bila
proses internalisasi budaya perusahaan menjadi budaya pribadi telah berhasil,
maka karyawan akan merasa identik dengan perusahaannya, merasa menyatu dan
tidak ada halangan untuk mencapai kinerja yang optimal. Ini adalah kondisi yang
saling menguntungkan, baik bagi perusahaan maupun karyawan.Budaya yang kuat
dapat menghasilkan efek yang sangat mempengaruhi individu dan kinerja, bahkan
dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh tersebut dapat lebih besar daripada
faktor- faktor lain seperti struktur organisasi, alat analisis keuangan,
kepemimpinan dan lain –lain
Karakteristik
Budaya Organisasi
Budaya
organisasi menunjukkan suatu karakteristik tertentu,sebagai berikut:
1. Inisiatif Individual,merupakan tingkat
tanggung jawab,kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki individu untuk
mengemukakan pendapatnya.
2. Toleran terhadap resiko,menunjukkan suatu
tingkatan dimana pekerja di dorong berani mengambil resiko,menjadi agresif dan
inovatif.
3. Menentukan arah,merupakan kemampuan
organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan harapan kinerja.
4. Integrasi,merupakan tingkatan dimana unit
dalam organisasi didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
5.
Dukungan Manajemen,tingkatan dimana manajer mengusahakan komunikasi yang
jelas,bantuan dan dukungan pada bawahannya.
6. Kontrol,merupakan sejumlah aturan dan
pengawasan langsung yang dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku
pekerja.
7. Identitas,merupakan tingkatan dimana anggota
mengidentifikasi bersama organisasi secara keseluruhan daripada dengan kelompok
kerja atau bidang keahlian professional tertentu.
8. Sistem
Penghargaan,merupakan suatu tingkatan dimana alokasi penghargaan,kenaikan gaji
atau promosi,didasarkan pada kriteria kinerja pekerja,dan bukan pada senioritas
atau favoritisme.
9.
Toleran terhadap konflik,merupakan suatu keadaan dimana pekerja didorong untuk
menyampaikan atau menerima konflik dan kritik secara terbuka.
10. Pola
komunikasi,merupakan suatu keadaan dimana komunikasi organisasional dibatasi
pada kewenangan hirarkhi formal.
Manfaat
Budaya Organisasi
· Budaya
organisasi membantu mengarahkan sumberdaya manusia pada pencapaian
visi,misi,dantujuan organisasi. Disamping itu akan meningkatkan kekompakan
team antar berbagai departemen,divisi atau unit dalam organisasi,sehingga mampu
menjadi perekat yang mengikat orang dalam organisasi bersama-sama.
- Budaya organisasi membentuk
perilaku staff dengan mendorong pencampuran core values dan perilaku yang
diinginkan,sehingga memungkinkan organisasi bekerja lebih efisien dan
efektif.
- Budaya
organisasi akan meningkatkan motivasi staff dengan memberi mereka perasaan
memiliki,loyalitas,kepercayaan dan nilai-nilai,dan mendorong mereka berpikir
positif tentang mereka dan organisasi.
- Budaya organisasi dapat
memperbaiki perilaku dan motivasi sumberdaya manusia sehingga meningkatkan
kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi
2.2 Kreativitas
Organisasi
Di banyak
organisasi, terutama pada organisasi atau perusahaan besar dan progresif telah
melaksanakan kreativitas organisasi guna percobaan-percobaan untuk langkah
operasional. Ada beberapa alasan mengapa organisasi ini menerapkan aspek
kreativitas bagi pengembangan dan perubahan organisasinya. Suatu organisasi
yang tidak mampu berubah, dapat dipastikan bahwa organisasi ini akan “mati.” Di
lain pihak, organisasi yang terlampau cepat berubah atau hanya berubah demi
perubahan itu sendiri, besar kemungkinan pengembangan organisasi yang akan
dijalankan menjadi tidak efektif.
Proses krativitas organisasi, menurut
Hicks, dimulai dari sebuah ide, dan kemudian ide ini secara otomatis
ditransformasi menjadi sebuah kegiatan inovatif. Banyak ide baru diciptakan
oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam tugas
organisasi (Jones,
1998).
Seharusnya ide-ide dari mereka ini ditampung
dan disalurkan melalui saluran struktur yang ada guna perbaikan proses layanan
dan proses operasional organisasi. Ide-ide yang”liar” dan tidak tertampung ini
akan berakibat menjadi semacam keluhan dari orang-orang yang memiliki ide tadi.
Maka masalah pokok organisasi bukan dikarenakan oleh “kemiskinan” kreativitas,
tetapi media penampungan dan penyaluran ide agar ide dan gagasan yang datang
dari berbagai macam ini dapat diimplementasikan dalam bentuk manfaat praktis.
Metode penyediaan tampungan dan
penyaluran ide ini harus didukung oleh orang-orang yang memiliki wewenang dan
tanggung jawab dalam organisasi. Sesungguhnya, kreativitas itu bukan barang
langka, justru yang langka adalah implementasi dari ide itu sendiri.
Ide-ide kreativitas dalam organisasi
dapat dievaluasi berdasarkan tiga macam golongan:
1. Apakah
organisasi yang bersangkutan dapat menyediakan sumber-sumber daya yang
diperlukan guna mengimplementasikan ide yang bersangkutan? Contoh: apabila ide
yang ada adalah pengadaan satelit untuk efektivitas informasi dan pemetaan
geografis. Walaupun ide ini sepele, namun memiliki nilai manfaat yang besar
bagi kegunaan pengawasan dan keutuhan wilayah. Maka ide ini akan
diimplementasikan organisasi dengan didukung oleh sumber pendanaan yang jelas,
karena ide ini memerlukan biaya miliaran rupiah.
2. Apakah kiranya
lingkungan di dalam mana organisasi yang bersangkutan beroperasi, memungkinkan
ide tersebut dapat dilaksanakan? Contoh: apakah seorang rektor dapat
memberhentikan atau memecat seorang tenaga pengajar dengan semaunya, mengingat
sejumlah kendala yang muncul?
3. Apakah kiranya
ide tersebut, apabila ia dimanfaatkan akan memadai dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan untuk implementasi ide itu? Sebagai contoh sekelompok mahasiswa
berkeinginan untuk melakukan kuliah kerja lapangan kewirausahaan dengan
mengunjungi sejumlah negara di Eropa. Timbul pertanyaan, apakah biaya yang
dikeluarkan mahasiswa tidak melebihi nilai kepergiannya ke Eropa tersebut?
(Winardi, 2003)
Adapun perkembangan sebuah ide, diikuti
tiga macam tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan kemunculan sebuah ide.
Sebuah bisnis
tipikal akan diawali dari pemikiran seseorang yang memiliki ide tertentu, yang
menurut keyakinannya akan menyebabkan timbulnya sebuah produk atau jasa yang
akan diminta dan diminati oleh pasar. Dengan sendirinya ide tersebut perlu
menawarkan sesuatu yang lebih baik dibandingkan dengan apa yang dapat
diproduksi dengan biaya yang lebih rendah, dibandingkan dengan produk atau jasa
yang telah ada dipasar. Pemikiran kreatif sangat dibutuhkan pada tahapan
pemunculan ide semacam itu.Thomas Alva Edison yang memiliki ide kreatif
menciptaakan lampu pijar. Idenya ini ternyata memiliki rentetan yang sangat
panjang, baik dalam pengembangan produk lampu pijar yang beraneka ragam, maupun
dalam hal penyediaan sumber tenaga (energi) bagi lampu, mulai dari baterai
sampai pembangkit tenaga listrik. Semua lini kreatif Edison sangat bermanfaat
bagi organisasi di dalam mengembangkan bisnisnya.
2. Tahapan pelaksanaan sebuah ide
Pelaksanaan
merupakan tahapan kedua dalam pemanfaatan ide-ide dalam organisasi. Ide-ide
muncul pada tahapan insepsi, dan mereka kemudian dikonversi dalam praktek pada
tahapan pelaksanaan. Pada tahapan insepsi, pengembangan pemikiran kreatif
sangat mendominasi, sedangkan pada tahapan pelaksanaan ide justru pemikiran
analitikal yang lebih memainkan peranannya. Kemunculan kreativitas pada tahapan
pelaksanaan justru tidak diinginkan, karena akan menimbulkan kondisi yang tidak
terkoordinasi dan akan terjadi pemborosan.
Pada tahapan
pelaksanaan, organisasi-organisasi mulai mementingkan delegasi wewenang,
struktur organisasi yang bersangkutan, standard-standard kinerja organisasi dan
kinerja karyawan, pengawasan biaya, pengawasan mutu dan hal-hal lain yang
diperlukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan secara efisien. Pemikiran
analitikal sangat dibutuhkan pada tataran ini, karena ia akan membantu
timbulnya sebuah organisasi dimana pekerjaan banyak orang dapat dikoordinasi
secara efisien.
3. Pembaruan
sebuah ide.
Sebuah produk
atau jasa yang berhasil, suatu ketika akan diganti oleh inovasi-inovasi lain.
Akan tetapi para manajer analitikal yang perlu melaksanakan pengembangan ide,
sering kali tidak berkemampuan dalam hal mengajukan ide-ide bagi pembaruan.
Penolakan atau tantangan terhadap ide-ide baru, pada pihak yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan pengembangan ide, seringkali muncul oleh karena
ide-ide baru tersebut akan menggantikan produk atau jasa. Pada hal, produk atau
jasa yang baru dapat dilihat dari sisi keunggulannya, baik keunggulan
kompetitif maupun keunggulan komparasi (Winardi, 2003).
Jadi, organisasi di dalam mengembangkan kreativitasnya
sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran kreatif dan
pemikiran analitikal. Pemikiran kratif diperlukan organisasi pada tahapan
insepsi untuk masing-masing ide. Ketika ide yang ada akan dilaksanakan, maka
organisasi membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas pemikiran
analitikal.
Heflin dalam bukunya, Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis (2004)
menyebutkan bahwa kreativitas organisasi perlu ditumbuhkan melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation), menyiapkan pikiran dan berpikir kreatif, karyawan
perlu dididik untuk mengembangkan ide baru.
. Penyeldikan (investigation), organisasi memerlukan penelitian mendalam untuk
menciptakan ide dan konsep baru.
3. Transformasi (transformation), kemampuan melihat perbedaan dan kesamaan dengan
pihak lain untuk membangun kesuksesan dengan menghindari kegagalan yang
dilakukan orang lain.
4. Inkubasi (incubation), organisasi melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan
tugas utama dan melakukan yang lain dalam rangka membangun ide baru.
5. Penerangan (illumination), organisasi melakukan penciptaan ide inovatif yang
datang secara mendadak setelah keluar dari masalah yang sedang dihadapi
organisasi.
6. Verifikasi (verification), pembuktian ide yang akurat dengan melakukan
eksperimen, simulasi, tes, dll.
7. Implementasi (implementation), membuat kenyataan atas ide-ide inovatif yang telah ditemukan.
Kreativitas organisasi dapat diciptakan melalui proses
sinergi antara lingkungan (environment),
kreativitas anggota organisasi (creativity),
dan organisasi (organization). Ketiga
elemen ini saling berpengaruh, sehingga organisasi harus mempu mengelola ketiga
elemen ini, dengan tujuan agar organisasi dapat memiliki nilai lebih dan daya
saing (value added and competitive
capability).
2.3 Inovasi
Dalam Organisai
Inovasi merupakan konsep yang terus berkembang dari waktu ke
waktu. Tren dari keberhasilan pada masa sekarang merupakan indikasi dari
terwujudnya dampak inovasi. Inovasi banyak memberikan dampak terhadap kondisi
organisasi maupun kreatifitas dimana inovasi berasal, baik perorangan maupun
organisasi. Dinamika perubahan lingkungan yang begitu cepat yang ditandai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut sumber daya manusia
yang berkualitas dan selalu belajar.
Inovasi
merupakan upaya mempertahankan keberadaan organisasi dalam lingkungan. Inovasi
dalam suatu organisasi menjadi hal yang penting dilakukan untuk membawa
organisasi menjadi lebih baik dalam pencapaian tujuan dan tepat sasaran secara
efektif dan efisien. Adanya inovasi organisasi diharapkan dapat menanggapi
kompleksitas lingkungan dan dinamisasi perubahan lingkungan, terutama dalam
persaingan yang ketat dan menciptakan sumber-sumber bagi keunggulan bersaing.
Pengertian Inovasi dalam Organisasi
Sebelum kita
bahas mengenai pengertian inovasi dalam organisasi, sebelumnya kita akan menjelaskan
pengertian organisasi itu sendiri. Organisasi menurut pendapat Rogers adalah
suatu sistem yang stabil, yang merupakan perwujudan kerjasama antara
individu-individu, untuk mencapai tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan
pembagian tugas tertentu. (Ibrahim, 1988 : 129). Orang membuat organisasi agar
dapat mengerjakan tugas rutin dalam keadaan stabil (mantap).
Adapun syarat-syarat organisasi
adalah sebagai berikut :
a. Memiliki
tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan
mempermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisasi tersebut.
b. Memiliki
pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi
yang semuanya mempunyai tanggungjawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan
adanya pergantian orang dalam suatu organisasi, namun tugas dan fungsi
masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap pada tujuan organisasi.
c. Memiliki
kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi
memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam pengaturan kewenangannya diperjelas
tentang pertanggung jawaban setiap posisi.
d. Memiliki aturan dasar/umum
(tujuan, syarat susunan pengurus dll.) dan aturan khusus (perincian kegiatan,
cara pembentukan pengurus dll.) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
e. Pola hubungan informal.
Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah
suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu
hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu
berupa hasil invention maupun diskoveri (Udin Syaefudin, 2010 : 3). Dengan
melihat secara singkat apa pengertian organisasi dan pengertian inovasi, maka
kita dapat memperoleh gambaran bahwa di dalam sebuah organisasi juga memungkinkan
terjadinya sebuah inovasi. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa inovasi
dalam organisasi adalah sesuatu hal yang baru yang berupa apapun yang terjadi
di dalam sebuah organisasi formal maupun organisasi informal. Inovasi yang
terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses kemajuan organisasi tersebut,
namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat inovasi itu mulai
memasuki organisasi. Dengan memahami proses inovasi dalam organisasi setidaknya akan dapat mengurangi
kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi inovasi.
Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi
Kepekaan
disini berarti berhubungan dengan sejauh mana organisasi itu peka terhadap
inovasi (lebih cepat menerima inovasi). Ada beberapa variabel yang mempengaruhi
kepekaasn organisasi terhadap inovasi, yaitu :
1. Ukuran suatu organisasi. Makin besar
ukuran suatu organisasi makin cepat menerima inovasi.
2. Karakteristik struktur organisasi,
yang mencakup ;
3. Sentralisasi. Kewenangan dan
kekuasaan dalam organisasi dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini
mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
4. Kompleksitas. Artinya suatu
organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang
tinggi. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
5. Formalitas. Artinya organisasi ini
selalu menekankan pada prosedur dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal
ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
6. Keakraban hubungan antar anggota.
Hal ini juga jelas mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
7. Kelenturan organisasi. Artinya
sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya
secara formal. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
8. Karakteristik perorangan (pemimpin).
Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka
semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
9. Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan
sistem yang di anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut
sistem terbuka dalam arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka
organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.
Selain itu, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi organisasi dalam mengimplementasikan sebuah inovasi :
a.
Life Cycle
Seperti halnya manusia, suatu
organisasi juga mengalami siklus hidup dengan berbagai tingkatan dan
perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker, 1977). Tingkat perkembangan
organisasi pada saat inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai perubahan
organisasi.
b.
Culture
Semua organisasi memiliki budaya
masing-masing. Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi bagaimana penerimaan
terhadap inovasi. Walaupun terkadang tidak selalu inovasi dan kebudayaan yang
ada pada organisasi cocok.
c.
Strategic Plan
Salah satu aspek yang mendukung
implementasi inovasi adalah adanya rencana strategis organisasi. Ketika inovasi
selaras dengan rencana strategi organisasi, maka pelaksana inovasi mempunyai
tambahan argument kuat untuk mendapatkan dukungan manajemen dan meyakinkan
kelompok user.
d.
External Conditions
Akan
selalu ada kondisi eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hal –hal semacam ini
harus juga dipertimbangkan ketika mengaplikasikan sebuah inovasi. Karena hal
tersebut akan memberikan pengaruh yang signifikan secara tidak langsung
terhadap jalannya inovasi dan organisasi.
Keputusan
Inovasi Dalam Organisasi
Pengambilan
keputusan dalam suatu organisasi sangat penting karena menyangkut masa depan
organisasi, apakah keputusan itu membawa keberhasilan ataukah kegagalan
dikarenakan kesalahan dalam mengambil keputusan.
Dalam
kaitannya dengan inovasi, metode ataupun cara yang dilakukan tidaklah sama
dengan langkah-langkah pengambilan keputusan biasa dimana resiko sudah
diketahui, maka perbedaannya disini adalah bahwa pengambilan keputusan inovasi
itu dimulai dengan adanya serba tak tentu (uncertainty).
Dalam
organisasi, hal-hal atau faktor yang merangsang adanya inovasi ialah terjadinya
performance gaps (kesenjangan penampilan) yaitu kondisi dimana adanya perbedaan
antara apa yang ditampilkan dengan apa yang seharusnya dilakukan ketika
keputusan diambil. Dalam hal ini bisa saja berbentuk macam-macam masalah
organisasi.
Tipe-tipe
pengambilan keputusan inovasi dalam organisasi
Ada dua tipe pengambilan keputusan inovasi yang sering
digunakan dalam organisasi, perbedaannya adalah sejauh mana anggota organisasi
dapat ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kedua tipe itu
ialah :
1. Keputusan Otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh
seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering disebut juga sebagai
“kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk
menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para
petinggi organisasi. Ada dua macam keputusan otoritas yang sering dgunakan
dalam organisasi formal yaitu :
·
Keputusan
otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif).
Rogers dan Soemaker (1971) membuat
hipotesa bahwa kecepatan penerimaan inovasi lebih cepat dengan menggunakan
pendekatan otoritatif.
·
Keputusan
otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif). Zaltman,
Duncan dan Holbek (1973) mengemukakan bahwa perubahan yang disebarkan dengan
menggunakan pendekatan otoritatif banyak yang tidak berkelanjutan daripada
perubahan yang disebarkan menggunakan pendekatan partisipatif.
Keputusan otoritas biasanya
dipandang lebih efisien karena urutan pentahapan proses pengambilan keputusan
dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
2. Keputusan
Kolektif
Rogers dan
Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau menolak inovasi dengan
kesepakatan bersama dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah
dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh organisasi
yang dibentuk secara suka rela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga. Menurut Schein, ada dua hal yang
menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu :
· Anggota
minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang
diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
· Kelompok
minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang
bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk
berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu yang akan
datang.
Tipe keputusan kolektif dapat
memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain:
·
Terjadi
mekanisme umpan balik secara internal.
·
Setiap
anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
·
Memberikan
kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
· Meningkatnya
kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi
kelancaran implementasi.
Proses keputusan inovasi secara
kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila partisipan (anggota
organisasi) merasa bahwa :
- Inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan
keperluannya.
- Mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan
inovasi.
- Mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
- Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka
kombinasi antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat
digunakan.
Proses Inovasi dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian
aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar atau tahu
adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Kata proses mengandung
arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi
perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung
akan berbeda antara orang satu atau organisasi satu dengan yang lain tergantung
kepada kepekan orang atau organisasi terhadap inovasi.
Demikian pula selama proses inovasi
itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai
proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam
mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja
yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa saja
yang terjadi dalam inovasi, maka hasilnya diketemukan
pentahapan proses inovasi. Untuk memperluas wawasan tentang pentahapan proses
inovasi, berikut akan kami tunjukan berbagai model pentahapan dalam proses
inovasi yang berorientasi pada organisasi.
BEBERAPA MODEL PROSES INOVASI YANG
BERORIENTASI PADA ORGANISASI
1. Milo (1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentatif Adopsi
c. Penerimaan Sumber
d. Implementasi
e. Institualisasi
2. Shepard (1967)
a. Penemu ide
b. Adopsi
c. Implementasi
3. Hage & Aiken
(1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implementasi
d. Routinisasi
4. Wilson (1966)
a. Konsepsi perubahan
b. Pengusulan perubahan
c. Adopsi dan Implementasi
5. Zaltman, Duncan &
Holbek (1973)
I. Tahap permulaan (inisiasi)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah keputusan
II. Tahap implemantasi
a. Langkah awal implementasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan
Berikut ini diberikan uraian secara
singkat proses inovasi dalam organisasi menurut Zaltman, Duncan dan Holbek
(1973). Zalman dan kawan-kawan, membagi
proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan dan
implemntasi.
Tiap tahap dibagi dalam
beberapa langkah.
I. Tahap Permulaan (initation stage)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
Jika inovasi dipandang sebagai suatu
ide, kegiatan, atau material, yang diamati baru oleh unit adopsi (penerima
inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah pokok. Sebelum inovasi dapat
diterima oleh calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan
dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam organisasi.
Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu membicarakan proses keputusan
inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau merasa
butuh inovasi.
Jika kita lihat kaitanya dengan
organisasi maka adanya kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong
untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya
karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam
organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan, kemudian merubah hasil yang
diharapkan, maka terjadi kesenjangan penampilan.
b. Langkah pembentukan sikap terhadap
inovasi
Dalam tahap
ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap inovsai. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk
menimbulkan inovasi untuk ingin berubah atau menerima inovasi.
Paling tidak ada dua hal dari dimensi
sikap yang dapat ditunjukan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu :
1) Sikap terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai
dengan adanya:
·
Kemauan
anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
·
Mempertanyakan
inovasi (skeptic)
·
Merasa
bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi dalam menjalankan
fungsinya.
2) Memiliki presepsi tentang potensi
inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang menunjukan:
·
Bahwa
ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi Organisasi telah per
nah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan inovasi
·
Adanya
komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk
menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam
mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi terhadap proses
inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku yang diharapkan
oleh organisasi formal. Akan terjadi disonansi apabila terjadi perbedaan antara
sikap individu dengan perubahan tingkah laku.
Penerima
disonan terjadi apabila anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi
mengharapkan menerima organisasi. Sedangkan penolak disonan apabila anggota
menyukai tetapi organisasi menolak inovasi.
Menurut
Rogers disonansi dapat berkurang dengan dua cara:
1) Anggota organisasi
merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
2)
Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan
kemauan anggota organisasi. Untuk melancarkan proses inovasi , perlu
mempertimbangkan berbagai
variabel yang dapat meningkatkan motivasi sert atersedianya sumber bahan
pelaksana.
c. Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah
ini segala informasi mengenai potensi inovasi dievaluasi. Jika menganggap
inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka inovasi akan diterima
dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebalioknya, jika unit tidak
menyukai dan menganggap inofasi tidak bermanfaat maka ia akan menolak.
II. Tahap
Implemntasi (implementation stage)
Pada langkah
ini kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi ialah menerapka inovasi,
ada dua langkah yang dilakukan yaitu;
a. Langkah awal (permulaan)
implementasi
Organisasi mencoba menerapkan
sebagian inovasi. Misalnya setelah dekan memutuskan bahwa dosen harus membuat
persiapan mengajar denagn model Satuan Acara Perkuliahaan, maka pada awal
penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah dulu,
sebelum nantiny akan berlaku untuk semua mata kuliah.
b. Langkah kelanjutan pembinaan
penerapan inovasi.
Jika pada penerapan awal telah
berhasil, para anggota telah memahami serta memperoleh pengalaman dalam
menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan manjaga kelangsunganya.
Model Proses Inovasi Rogers (1983)
TAHAP-TAHAP PROSES INOVASI DALAM
ORGANISASI
I. Tahap Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan pengumpulan infromasi,
konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan
untuk membuat keputusan menerima inovasi.
1. Agenda Seting
Semua permasalahan umum organisasi
dirumuskan guna menentukan kebutuhan inovasi, dan diadakan studi lingkungan
untuk menetukan nilai potensial inovasi bagi organisasi.
2. Penyesuaian (matching)
Diadakan penyesuaian antara masalah
organisasi dengan inovasi yang akan digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat
disain penerapan inovasi yang sudah sesuai dengan masalah yang dihadapi.
II. Tahap Implementasi
1. Re-definisi/ Re-Strukturusasi
Inovasi dimodifikasi dan re-invensi
disesuaikan situasi dan masalah organisasi. Struktur organisasi disesuaikan
dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar dapat menunjang inovasi.
2. Klarifikasi
Hubungan antara inovasi dan
organisasi dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sehingga inovasi benar-benar
dapat diterapkan sesuai yang diharapkan.
3. Rutinisasi
Inovasi kemungkinan telah kehilangan
sebagian identitasnya, dan menjadi bagian dari kegiatan rutin organisasi.
(sudah hilang ke baruannya).
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Budaya organisasi
adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh
semua orang dalam organisasi. Dimana budaya organisasi memposisikan anggota
organisasi itu sendiri di dalam zona nyaman, seperti yang kita ketahui jika
seseorang berada di dalam posisi zona nyaman maka tidak akan melakukan suatu
usaha yang lebih. Untuk itu perlu dilakukan perubahan budaya organisasi untuk
membuat anggota organisasi untuk keluar dari zona nyaman, dan dapat
berkontribusi sacara optimal sehingga dapat lebih memajukan organisasi dari
sebelumnya. Dimana seperti garis besar tujuan dari perubahan budaya organisasi
ini adalah untuk memajukan organisasi
Inovasi tidak hanya terjadi dalam
masyarakat terbuka dan masyarakat luas, tetapi juga terjadi dalam sebuah
organisasi. Inovasi merupakan perubahan yang direncanakan oleh organisasi
dengan kegiatan yang berorientasi pada pengembangan dan penerapan
gagasan-gagasan baru agar menjadi kenyataan yang bermanfaat dan menguntungkan.
Proses inovasi dalam sebuah organisasi memiliki beberapa tantangan positif dan
negatif, dimana diantaranya adalah kepekaan anggota-anggota organisasi terhadap
inovasi tersebut serta besar kecilnya ukuran sebuah organisasi juga turut
menentukan sulit atau tidaknya inovasi diterima dalam sebuah organisasi
tersebut.
Kreativitas
dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas merupakan pikiran untuk
menciptakan sesuatu yang baru, sedangkan inovasi adalah
melakukan sesuatu yang baru. Hubungan keduanya jelas. Inovasi
merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan kata lain,
kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel
tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang
meliputi strategi, taktik, dan eksekusi. Dalam pitching
konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa
yang disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak berdampak
pada perusahaan karena mandek di tingkat
eksekusi. Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang,
tetapi eksekusinya harus melibatkan banyak orang,
mulai dari atasan hingga bawahan. Di sinilah mulai ada
gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu
sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi secara konsisten
tanpa dukungan karyawan yang bisa memenuhi tuntutan
persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan
inovator sangat memperhatikan masalah pelatihan karyawan,
pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas
inovasi. Benih-benih inovasi akan tumbuh baik pada
perusahaan-perusahaan yang selalu menstimulasi karyawan, dan
mendorong ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem
reward, dan komunikasi, perusahaan terus berusaha untuk
mendemokratisasikan inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Wibowo,SE.,Mphil , 2011 ,
Managing Chance , Pengantar Manajemen Perubahan , Edisi 3.
Ibrahim.
1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Rahmayanti,
http://rahmayantiblog.blogspot.com/2013/01/pengembangan-dan-inovasi-dalam.organisasi.html
(diakses tanggal 14 Januari 2015)